KAMIS 5 Maret 2015 lalu, masyarakat Tionghoa merayakan Cap Go Meh sebagai rasa ungkapan syukur kepada sang pencipta dan menjamu leluhur, termasuk masyarakat Tionghoa di Kualatungkal. Masyarakat Tionghoa melakukan sembahyang di Klenteng Leng San Keng dan Klenteng Kuan Kong Bio.
Perayaan Cap Go Meh yang dirayakan setiap tahun itu setelah lima belas hari dari Tahun Baru Imlek. Maka Cap Go Meh tahun 2015 ini dihitung dari Tahun Baru Imlek 2566 tanggal 19 Januari 2015, tepatnya Tanggal 5 Maret 2015. Sedangkan tahun baru Imlek yang baru saja dirayakan masyarakat Tionghoa ditetapkan dari tahun kelahiran Nabi Kongzi 551 sebelum Masehi sebagai tahun pertama imlek. Maka imlek tahun ini yang ke – 2566 dihitung dari kelahiran Nabi Kongzi 551 sebelum masehi ditambah tahun 2015, menjadi 2566.
Di masa Orde Baru, masyarakat Tionghoa merayakan Imlek, Cap Go Meh dan perayaan lainnya secara diam-diam dan tertutup. Setelah rezim orde baru tumbang, Presiden RI Almarhum Abdurrahman Wahid (Gusdur) mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967, hingga akhirnya masyarakat Tionghoa menikmati “udara bebas” untuk merayakan Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan perayaan lainnya, termasuk kebudayaan Tionghoa.
Menurut ajaran agama Khonghucu, perayaan Cap Go Meh ditandai dengan upacara membuka mata naga, karena itulah saat merayakan Cap Go Meh diadakan arakan Naga dan Tarian Singa. Di Indonesia, tarian singa ini disebut Barongsai. Begitu juga malam perayaah Cap Go Meh, penganut Khonghucu membakar petasan.
Tarian Singa atau Barongsai ini pertama kali ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum Masehi. Tarian ini dianggap membawa keberuntungan, sebab menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, Singa adalah lambang kebahagiaan dan kesenangan.
Makna perayaan Cap Go Meh dan Imlek yang dirayakan masyarakat Tionghoa setiap tahun adalah kesempurnaan dan kebaikan. Jika kita simak makna tersebut, agar insan manusia dapat menjadi pembaharu yang tanggap, penuh ketulusan dalam memberikan kontribusi positif terhadap dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, makna tersebut diatas mutlak diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari catatan yang kita peroleh, sejak kehadiran masyarakat Tionghoa sekitar 1930-an di Kabupaten Tanjabbar, mereka sudah berbaur dengan penduduk asli atau masyarakat lokal, dimana diantara mereka selain berprofesi sebagai pengusaha dan pedagang, ada juga yang menjadi petani di wilayah Kecamatan Pengabuan. Bahkan, sampai saat ini masyarakat Tionghoa memiliki kilang padi di Teluk Nilau. Di sini, jelas bahwa harmonisasi yang tumbuh antara masyarakat Tionghoa dengan etnis lain di daerah yang kita cintai ini terjalin dengan baik, sampai saat ini sudah kita rasakan hasilnya dan perlu kita bina dan dilestarikan sesuai motto Kota Kualatungkal, “ Kota Bersama”.
Kepada masyarakat Tionghoa kita sampaikan ucapan perayaan Cap Go Meh dan Imlek 2566, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan karunia.
Xian Nian Kuai Le Xin Nian Mung En ( Tahun Baru Diberkati Tuhan) (*)
TANJABBAR – Bupati Tanjung Jabung Barat, Drs. H. Anwar Sadat, M.Ag, menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik
TANJABBAR - Bupati Tanjung Jabung Barat, Drs. H. Anwar Sadat, M.Ag., menerima kunjungan silaturahmi dan audiensi dari Universitas Dinamika Bangsa (UNAMA) dalam
TANJABBAR – "Kita tidak hanya hadir melihat, tetapi juga memastikan bantuan nyata diberikan. Masyarakat harus tahu bahwa pemerintah hadir untuk mereka," uja
TANJABBAR – Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat, Dr. H. Katamso, SA., SE., ME., memimpin rapat penyelesaian permasalahan keterpakaian lahan milik warga atas nam
TANJABBAR - Bupati Tanjung Jabung Barat Drs. H. Anwar Sadat, M. Ag membuka secara resmi kegiatan Kajanglako Ke XIII Kuala Tungkal dengan tema "Bevespa Besame",