Minggu Tenang yang Tak Tenang; Catatan Jelang Pilkada Tanjabbar


Minggu, 06 Desember 2020 - WIB - Dibaca: 958 kali

Ahmad Harun Yahya, M.Si (Pengamat/Dosen Komunikasi Politik) - Dosen UIN Raden Fatah Palembang / HALOSUMATERA.COM

Setelah berbagai tahapan Pilkada serentak 2020 dilalui, mulai dari pendaftaran calon, penetapan calon, pelaksanaan kampanye hingga debat antar calon. Akhirnya, sampailah kita pada masa tenang pilkada 6-8 desember 2020. Jelang tiga hari sebelum pencoblosan berbagai atribut kampanye telah dibersihkan dan segala bentuk kampanye sudah “Diharamkan”. 

Oleh: Ahmad Harun Yahya, M.Si (Pengamat/Dosen Komunikasi Politik) - Dosen UIN Raden Fatah Palembang

Para calon bupati pun kemarin menutup kampanye dengan berbagai macam kegiatan, hari terakhir kampanye kemarin, calon 01 Mulyani melakukan ziarah, calon 02 UAS menutup kampanye dengan kampanye di wilayah Tungkal Ilir, dan calon 03 Mukhlis menutup kampanye dengan menggelar acara di kediaman pribadinya.

Masa tenang pemilu adalah penamaan khas pemilu di Indonesia, filosofi dari masa tenang ini adalah dimaksudkan agar para pemilih dapat memanfaatkan waktu jelang pemilihan untuk berpikir tenang guna mengambil sebuah “ijtihad politik” dan memantapkan pilihannya pada 9 desember besok.

Bagi para calon masa tenang ini semestinya digunakan untuk banyak refleksi diri, berdoa dan tawakkal karena ikhtiar telah dimaksimalkan.

Akan tetapi, masa tenang pilkada ini boleh jadi justru menjadi masa yang tak tenang bagi pasangan calon, tim sukses, penyelenggara pemilu bahkan masyarakat. Bagi paslon dan timses masa tenang ini boleh jadi dipenuhi ketidak tenangan dan kegundahan hati, bagaimana tidak? Segala energi telah dikuras baik secara materil dan non materil, konsekuensi dari pemilihan terbuka semacam ini adalah menelan cost (biaya) politik yang tidak sedikit.

Belum lagi kegundahan karena terkait potensi kalah, karena dari ketiga pasangan calon bupati dan wakil bupati Tanjab Barat punya peta kekuatan yang hampir cukup berimbang, semuanya memiliki potensi kemenangan yang sama.

Kemudian, ketidaktenangan bagi penyelenggara, pilkada serentak di tengah pandemi 2020 adalah pertahuran bagi kualitas demokrasi di Indonesia. Sejak awal pandemi, kita semua meraba-raba karena melakukan pemilihan dengan protokol kesehatan di tengah pandemi belum pernah dilakukan sepanjang sejarah pemilu di Indonesia bahkan di dunia. Mampukah pemilu kita sukses di gelar seperti halnya di negara Singapura dan Korea Selatan? Sedangkan dalam kondisi normal saja masih banyak persoalan pemilu yang masih perlu diperbaiki dan di sempurnakan.

Belum lagi persoalan partisipasi pemilih, jelang pemilihan saja angka pasien positif covid-19 terus meningkat dan kebanyakan yang terkonfirmasi positif adalah dari penyelenggara pemilu itu sendiri. Kondisi ini akan menambah kecemasan masyarakat untuk datang menggunakan hak pilihnya.  Akhirnya, jika angka partisipasi pemilih rendah , maka, keterpilihan kandidat menjadi minim legitimasi dan tidak berkualitas meskipun tetap sah secara hukum.

Selanjutnya, bagi pengawas pemilu, penindakan pelanggaran pada masa tenang juga menjadi tantangan dan perlu keberanian pengawas pemilu, masa tenang sering kali dimanfaatkan dengan kampanye-kampanye terselubung dan momentum “sedekah politik” baik dalam bentuk uang, barang ataupun yang lainnya.

Selama ini praktek “sedekah politik” khususnya politik uang pada momen pemilu memang ibarat hantu, ia ada tapi entah kenapa sulit untuk ditangkap dan dibuktikan. Pengawas pemilu harus berani menindak tegas segala macam bentuk pelanggaran pada masa tenang hingga pencoblosan nanti.

Bagi masyarakat, kegundahan di masa tenang juga tentu terasa, iming-iming poitik uang, konflik sosial dan kecemasan terkait penyebaran covid-19 yang tinggi boleh jadi menghantui pikiran masyarakat, belum lagi persahabatan yang mungkin retak karena beda pilihan politik.

Sebagai akhir penutup catatan di atas, sudah semestinya masa tenang ini digunakan untuk merenung dan refleksi. Catatan dan persoalan yang penulis sampaikan semoga menjadi bahan evaluasi guna perbaikan sistem demokrasi kita agar bermartabat dan berkualitas. Kita semua tentu menginginkan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara serta menciptakan demokrasi yang sehat dan berkualitas. Untuk mewujudkan itu semua memerlukan komitmen semua pihak, mulai dari partai politik, pasangan calon, penyelenggara pemilu hingga masyarakat.

Semoga Pilkada serentak 2020 berjalan sukses, pemilih sehat, pemilu berkualitas dan pilkada damai.(***)

 

 

 

 




Komentar Anda



Terkini Lainnya

Gubernur Al Haris Tutup Hari Krida Pertanian ke-52 Tingkat Provinsi Jambi Tahun 2024

JAMBI - Gubernur Jambi, Al Haris, secara resmi menutup kegiatan Hari Krida Pertanian (HKP) ke-52 tingkat Provinsi Jambi yang berlangsung di arena ex-MTQ Kabupat

Advertorial

Gubernur Jambi Al Haris Pimpin Peringatan HUT ke-79 PGRI dan HGN 2024 di Tebo

JAMBI - Gubernur Jambi Al Haris menghadiri dan memimpin peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sekaligus Hari Guru Nas

Advertorial

Gubernur Al Haris Tegaskan Pentingnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

JAMBI - Gubernur Jambi Dr. H. Al Haris, S.Sos, MH menegaskan pentingnya peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi Jambi. Pernyataan ini disampaikannya s

Advertorial

Sopir BNI Kualatungkal Dipecat Sepihak, Diduga Masalah Sepele

TANJABBAR - Supervisor Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), diduga memecat salah seorang  Karyawan k

Berita Daerah

IJTI Kecam Arogansi Oknum Kadis Koperindag Tanjabbar, Beri Waktu 24 Jam untuk Klarifikasi

TANJABBAR - Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Jambi, sangat mengencam atas tindakan arogan oleh oknum Kadis Koperindag Tanjabba

Berita Daerah


Advertisement