KUALATUNGKAL – Mulai pembelian tanah hingga perencanaan pembangunan perluasan perkantoran Bupati menuai kontroversi. Sebelumnya sempat disoal, dugaan markup anggaran pembelian tanah kantor Bupati.
Muncul masalah baru lagi, adanya tudingan dewan bahwa perluasan kantor ini tidak masuk dalam RPJMD Bupati serta dampak lingkungan dari pekerjaan mega proyek ini.
Pembangunan perkantoran bersumber dari APBD 2019 dengan pagu sekitar Rp 30 miliar ini juga diduga tidak memiliki master plan.
Hal ini terungkap dalam reses para anggota DPRD Tanjab Barat Dapil 1, yang pimpin langsung Wakil Ketua DPRD Muh. Sjafril Simamora, Kamis (21/11) lalu.
Dewan menemukan beberapa fakta di lapangan, diantaranya benar adanya bendungan yang dibuat oleh pihak rekanan menyebabkan kebun warga kebanjiran. Dampak dari kegiatani ini, diduga mega proyek ini tidak memiliki AMDAL.
Selain itu, yang menarik perhatian dari para anggota dewan adalah keberadaan bangunan rumah baru dalam tahap pengerjaan dimana lokasinya sangat berdekatan dengan lokasi perkantoran yang posisinya persis di pingggir bantaran sungai, tidak diketahui pasti siapa pemilik bangunan rumah.
Jalur Hijau
Suprayogi Syaiful anggota DPRD dari Fraksi Golkar mengatakan, hasil peninjauan proyek perkantoran tersebut pihaknya mendapati fakta jika pembangunan tersebut dibangun di jalur hijau.
“ Itu kan daerah hijau, kenapa dibangun disitu ada apa? harusnya pemerintah memberi contoh yang baik dalam membangun. Ini perlu dicurigai, ini pasti ada yang diuntungkan dan adanya nepotisme dalam pembelian lahan, ” tandas politisi muda ini.
Dikatakannya, proyek pembangunan perkantoran ini banyak merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Ia mencontohkan dengan dibendungnya parit alami tersebut berdampak pada sirkulasi anak sungai, yang berakibat membunuh ikan akibat air yang membusuk serta mengakibatkan kebun warga tergenang.
“ Dengan membuat bendungan di parit yang bertahun – tahun sebagai sarana irigasi masyarakat, berakibat fatal. Sebab, dengan menghentikan air mengalir, air akan busuk, akhirnya ikan mati dan yang terpenting hal ini merusak sepadan sungai yang mengakibatkan kebun warga terendam,” ujarnya.
Dirinya juga sangat menyayangkan jika proyek puluhan milyar ini tak memiliki Amdal dan melanggar penataan wilayah. Pihaknya pesimis jika pekerjaan selesai tepat waktu.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Tanjabbar Muh Sjafril Simamora yang memimpin rombongan reses tersebut menegaskan jika dalam waktu dekat Dewan akan memanggil lintas instansi dan pihak-pihak terkait.
“Hasil temuan di lapangan akan kita bahwa ke komisi dan kita bedah nanti,” ujar Sjafril Simamora singkat.
Klaim Kepemilikan
Tanah di belakang kantor bupati yang dijadikan lokasi perluasan kantor sempat diklaim kepemilikannya. Hanya saja, mereka yang mengklaim tanah tersebut tidak bisa memperlihatkan bukti yang kuat.
Hal ini dibenarkan Kabag Sarana Prasarana Setda Tanjabbar Dartono, kepada infotanjab.com saat belum lama ini.
"tanah itu memang agak terlambat dibayarkan, karena kita ingin tahu ada yang komplain atau tidak. ternyata ada yang nelpon ngaku punya tanah di situ (areal perluasan kantOR,RED). Kita minta bawa bukti surat kepemilikan, namun mereka tidak datang ke kantor," kata Dartono tanpa menyebut identitas warga yang mengklaim tanah tersebut.
Saat ini, tanah yang dibeli Pemkab tersebut sedang diurus sertifikatnya, selanjutnya dimasukan dalam aset Pemkab.
"Sertifikatnya dipecah dulu, satu untuk Pemkab satu lagi nanti dipegang pemilik tanah. Biaya pengurusan dibebankan kepada pemilik tanah," kata Dartono.
Dartono mengakui jika tanah yang dibeli tersebut telah sesuai prosedur. Mengenai harga juga telah sesuai dengan hasil pengkajian konsultan.
Sesuai RTRW
Lokasi perluasan perkantoran yang disiapkan di belakang Kantor Bupati Tanjabbar dianggap tidak bertentangan dengan Perda RTRW No 12 tahun 2013. Hal ini dikatakan Kepala Dinas PUPR Tanjabbar melalui Kabid Tata Ruang Gusmardi, ditemui infotanjab.com di ruang kerjanya baru-baru ini.
Menurut Gusmardi, acuan sementara perluasan kantor adalah Perda RTRW. Dalam perda tersebut dijelaskan, lokasi perkantoran berdomisi di Kualatungkal.
"Posisi pusat pemerintahan itu di Kualatungkal. Jadi masih mengacu dalam perda," kata Gusmardi.
Hanya saja, Pemerintah Kabupaten Tanjabbar saat ini belum menyiapkan aturan turunan dari Perda RTRW, yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Bangunan Tata Lingkungan (RBTL). Kedua turunan ini semestinya sudah disiapkan dan diperda-kan.
"Tahun 2013 kita sudah susun RDTR, dan sedang dalam proses penyesuaian. Karena ada yang belum lengkap. Pengajuannya tetap ke Gubernur dan ke Kementerian, prosesnya cukup panjang," kata Gusmardi.
Dikatakan dia, setelah ada turunan perda tersebut, akan lebih detail menentukan koordinat perkantoran yang dicanangkan. " Sekarangkan masih umum, masih berdomisili di Kualatungkal, tapi detailnya belum ada. Kalau master plan nya bisa ditanyakan langsung ke bidang Cipta Karya," kata Gusmardi belum lama ini.(*)
Editor : It Redaksi
JAKARTA – Upaya memperkuat potensi sumber daya manusia terus digulirkan oleh Pemkab Tanjung Jabung Barat. Kali ini, di sektor minyak dan gas, Bupati Tanjung J
JAKARTA - Bupati Tanjung Jabung Barat, Drs. H. Anwar Sadat, M.Ag, melakukan kunjungan kerja ke Kantor PT Digital Sandi Informasi di Jakarta Selatan, Rabu (8/1)
TANJABBAR – Belum lama ini Satpol PP Kabupaten Tanjabbar bersama Lurah Patunas sempat mendatangi rumah warga di RT 08 Kelurahan Patunas, Ratli Kurniato F,
BATANGHARI – Ketua Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Batanghari, Hambali Bakhtiar memberikan apresiasi yang
JAMBI – Apresiasi terhadap Polda Jambi dan jajaran terus berdatangan, terkait keberhasilan Polri dalam mengamankan dan menciptakan situasi kondusif selama ket